Dengan berpuasa, sebenarnya tidak melemahkan fisik
seseorang atau menyebabkan kekurangan gizi. Sebab tubuh manusia hasil cipta
Allah teknologi maju yang tak tertanding. Tubuh kita mampu bertahan beberapa
hari tanpa makan dan minum, sebab hidrat arang, lemak atau protein merupakan
persediaan yang cukup lama.
Ini berarti tepatlah apabila dikatakan bahwa puasa itu
menghidupkan pikiran dan penglihatan mata hati.
"Apabila perutmu penuh sesak dengan makanan, tidurlah
pikiranmu, luluhlah hikmah dan berhentilah anggotamu dari beribadah kepada
Allah Rabbul `alamin dan hilanglah kebersihan hati, dan sebenarnya kehalusan
pengertian yang dengan keduanyalah diperoleh kelezatan dan berkasnya dzikir
pada jiwa."
Memang sesuatu yang dihasilkan kecerdasan otak, secara
empirik belumlah dikatakan yang benar atau murni, sebelum dilengkapi
keberhasilan ruhani atau budi pekerti. Kecakapan otak hanya sebatas obyek yang
nyata yang bisa diraba dan disaksikan oleh pancaindera lahir yang riil,
korporil, logis dan positif. Hasil penalaran pancaindera lahiriah semata mata
akin menimbulkan bermacam?macam aliran serba benda, semisal rasionalisrne,
pragmatisme, positivisme, materialisme dan sebagainya. Bahkan masih juga
berlanjut penyelidikannya mengenai ke Esaan Tuhan hanya berdasar pada olah
pikir lahiriah semata, menumbuhkan kepercayaan adanya Tuhan yang berbentuk,
berupa, berukuran atau berwujud. Bahkan jika pengamatannya itu tiada menemukan
Tuhan, niscaya ia ikan mengatakan Tuhan itu tak ada (Atheis).
Sementara beranggapan, hasil pemikiran yang didasarkan hanya
pada akal saja, logika dan bukti pastilah tidak akan bebas dari pengaruh nafsu.
Dalam buku "der Mensh Gezund und Krank" (hal. 170) Dr. Fritz Khant
menyebutkan, "dis Stanganhen sind der sits der instinkte" artinya
pangkal otak itu pusatnya nafsu. Sedangkan fungsi nafsu umumnya saling bergetar
dengan setan yang menjelmakan tindakan jahat dan buruk.
Dalam al-Qur'an surah Yusuf ayat 55 berbunyi:
"sesungguhnya nafsu (kerjanya) menyuruh kepada
kejahatan. "
Jadi, manakala cara berpikir cuma didasarkan atas kecakapan
tubuh lahir tanpa memperoleh daya dukung otak batin yang transenden, maka akan
mewujudkan hasil yang serba "salah".
Sebab hakikatnya ia akan mengingkari peristiwa yang tidak
dapat ditimbang, diukur, yang tak mampu disaksikan oleh pancaindera, meski
bukti buktinya selalu berkembang. Dan kalau dikaji lebih dalam lagi, pastilah
gerakan pikirannya bertumpu pada pengaruh keinginan mementingkan diri sendiri,
angkara murka, tamak serakah, bahkan nafsu kanibalisme dan semacamnya.
Akibatnva, ia tak bakal memiliki cita cita kiprah membangun bagi kesejahteraan
umat, tapi kiat hidupnya hanya untuk kepentingan sendiri, mencari keuntungan
sebanyak mungkin bagi gelimang kemewahannya. Umat atau bangsa yang demikian
akan mudah sekali diperalat atau diperbudak bangsa lain yang memiliki
kecerdasan olah pikir yang lebih memadai. Sisi lain yang unggul tentu mereka
mampu menggunakan akalnya ditopang kebersihan ruhaninya atau budi pekerti. Budi
bermakna kecakapan ruhaniyah dan pekerti ialah hasil kecerdasan otak (jasmani
ragawi).
Tapak tapak perjalanan latihan spiritual dengan semangat
jihad hanya keridhaan Allah Azza Wajalla, akan diperolah hasil kecerdasan otak
dan kecakapan nalar pikir, membuahkan wujud kebenaran hakiki, lantaran
kebersihan rohaninya dipanjatkan ke alam ilahiyat. Setiap sesuatu yang
dibenarkan oleh akal belum tentu dibenarkan Rabbi dan setiap sesuatu yang
disalahkan oleh akal belum tentu pula salah dalam pandangan Al Khaliq. Karena
itu pula, titik tumpu kita, segala kejadian fenomena alam pastilah dikendalikan
oleh sunnatullah. Surat Al Jatsiyah ayat 13 berbunyi:
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripadaNya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar benar terdapat tanda tanda kekuasaan (Allah) bagi kaum
yang berpikir. "
Jelasnya, ayat ini menyatakan bahwa seluruh jagat raya dan
isinya akan ditundukkan Al Khaliq bagi umat manusia dengan sains yang
diterapkan, dengan teknologi, yang akan diberikan kepada mereka yang mau
melibatkan akalnya dan menggunakan nalar pikirnya.
Latihan spiritual yang maha akbar di bulan Ramadhan, cara
terbaik mengutamakan kemapanan ibadat, berlomba dalam kebajikan dan berjuang
melawan hawa nafsu. Akan terasa mumpuni, mengangkat harkat dari martabat,
derajat insani, dua sisi yang diraupnya, akal dan budi, menjernihkan pandangan
jiwa ruhani. (Bagian Ke-2) .... Klik Selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar