SELAMAT DATANG DI WEB LOG ADEM ATI CENTER. HP. 081315312002 # JADWAL: Training MSB Diselenggarakan kembali Minggu, 18 Januari 2015 di Hotel MIKI Jl Dewi Sri 78 Kuta Bali (Utara Central Parkir)Pkl 10.30-15.30 WITA. "Rahasia Aktivasi Otak Kedua".

Selasa, 11 Juni 2013

Obsessive Compulsive Disorder (OCD)



Meditasi membutuhkan banyak latihan, karena benar-benar tidak kudah untuk kecemasan itu. Kecemasan adalah bel alarm otak Anda, itu berdering ketika ada sesuatu yang salah dan perlu perhatian anda. Kecuali dalam kasus OCD sangat kami, kami memiliki sistem alarm rusak dan cenderung berbunyi meskipun tidak ada yang salah. Dan lebih buruk lagi, tidak akan tutup mulut. Mencoba untuk mengabaikan kecemasan adalah sedikit seperti berdiri di jalur mobil dan tidak berkedip, atau duduk di sebuah rumah yang terbakar. Hanya dengan sedikit waktu dan latihan ini apakah Anda menyadari ada sebenarnya tidak ada mobil meluncur ke arah Anda dan rumah Anda baik-baik saja. Tidak ada sihir untuk itu benar-benar ... yang harus Anda lakukan adalah rileks dan tidak bereaksi dengan cara yang mungkin untuk apa pun pikiran anda. Meditasilah yang dapat membenahi suatu keadaan gangguan seperti pada kasus OCD. 


Obsessive Compulsive Disorder (OCD) merupakan salah satu bentuk kelainan kecemasan klinis yang ditandai dengan adalanya perilaku obsesif (harus - tidak ada toleransi), yang berkaitan dengan perilaku kompulsif (melakukan sesuatu dengan berulang-ulang). Perilaku kompulsif ini bertujuan untuk menenangkan perilaku obsesifnya. Perilaku Obsesif Kompulsif. Gejalanya berupa adanya dorongan untuk melakukan sesuatu secara berulang, apabila dorongan itu tidak dituruti, maka timbullah perasan cemas atau tidak tenang. Setiap penderita biasanya punya obsesi yang berbeda-beda, diantaranya: Obsesi akan kebersihan, Takut terkena penyakit, Obsesi harus rapi, Obsesi untuk bersuci dari najis, Mengulang-ulang wudlu dan salat karena merasa batal, Memeriksa kunci pintu berulang-ulang, Mengecek kompor gas berkali-kali, Obsesi akan penampilan sempurna dan sebagainya.

Hampir semua ahli sepakat bahwa segala jenis anxiety disolder (gangguan kecemasan - termasuk di dalamnya: OCD) berkaitan dengan kegagalan attachment (ikatan emosional yang kuat antara bayi dan orang yang mengasuhnya). Attachment ini sangat dibutuhkan bayi si masa-masa awal kehidupannya. Bila memiliki attachmeny dasar yang kokoh, maka bayi akan merasa percaya diri karena merasa ada orang lain yang akan melindunginya.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak perilaku yang tampak seperti penderita OCD, misalnya ada orang yang harus berkali-kali mengecek apakah sudah mengunci pintu dengan benar, atau ada orang yang berkali-kali merapikan diri karena tidak ingin terlihat berantakan. Namun sampai batas-batas tertentu, kondisi tersebut sebenarnya lebih tepat disebut sebagai perfeksionisme (orang yang menuntut segala sesuatunya berjalan dengan sempurna).

Perfeksionisme dari sudut pandang psikologi, adalah suatu keyakinan pada diri individu bahwa kesempurnaan dapat dan harus dicapai. Sedangkan dalam bentuk patologis (cenderung penyakit), perfeksionisme adalah suatu keyakinan pada diri seseorang bahwa segala sesuatu yang kurang sempurna tidak dapat diterima / tidak dapat ditoleransi.

Perfeksionisme umumnya berakar dari pola asuh dalam keluarga yang cenderung otoritarian (orangtua memberikan kontrol yang kuat dan tinggi pada anak-anaknya, bersamaan dengan cinta bersyarat - artinya penghargaan dan cinta hanya akan diberikan jika anak mengikuti keinginan orangtua). Pola yang demikian akan tertanam pada diri anak hingga ia beranjak dewasa.

Kecenderungan perfeksionisme berbeda dengan perilaku OCD, meski keduanya sama-sama mengandung unsur kompulsif. Seseorang yang menderita OCD memiliki beberapa kecenderungan (obsesinya disebabkan oleh kecemasan yang sulit diterima dengan akal sehat). Terdapat banyak pikiran, dorongan, dan bayangan yang tidak berkaitan dengan masalah nyata. Bagi penderita OCD, semua itu berusaha ditekan atau dihilangkan dengan pikiran atau perilaku lain yang bersifat kompulsif.

Penderita OCD merasa sangat terganggu dengan perilaku kompulsifnya, namun tidak berdaya untuk menghindarinya. Beberapa tipe OCD:

Checkers
merupakan orang yang teropsesi untuk selalu memeriksa. Penyebabnya adalah kecemasan yang irasional. Misalnya, bila ia tidak mengecek berulang kali dia merasa bahaya mengintai setiap saat dan bisa mencelakai diri dan sekelilingnya. Jika hal buruk tersebut terjadi, maka ia menganggap dialah orang pertama yang harus disalahkan.


Washers and cleaners
Merupakan orang yang memiliki ketakutan irasional terkontaminasi kuman, sehingga secara kompulsif akan berusaha menghindarkan diri dari kontaminasi tersebut, misalnya selalu membersihkan diri. Walaupun sudah berkali-kali mencuci, ia tidak kunjung merasa aman. Pada beberapa kasus, tipe ini terjadi akibat trauma diperkosa (atau diperlakukan tidak senonoh secara seksual), sehingga ia merasa dirinya terus menerus kotor.

Orderers
Merupakan orang yang fokusnya mengatur segala sesuatu agar tepat pada tempatnya. Mereka akan menjadi sangat tertekan apabila benda-benda tersebut dipindahkan, dipegang, atau ditata dengan orang lain.

Obsessionals
Merupakan orang yang memiliki perasaan obsesif dan intruktif, bahkan terkadang menakutkan jika dirinya akan mengakibatkan kemalangan atau kecelakaan.

Hoarders
Merupakan orang yang senang mengumpulkan barang-barang yang tidak berharga

Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan. Kompulsi adalah desakan atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman akibat obsesi.


Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.


Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.


PENYEBAB:
Penyebabnya tidak diketahui. Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesif-kompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang. Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut.

Penyebab Obsesif Kompulsif adalah: 


-  Genetik  (Keturunan).

Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder).

 - Organik 

Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD.

 - Kepribadian

Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah.

 - Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.

 - Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan

 - Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.


Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi, atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala yang mirip dengan depresi. Perilaku yang obsesif pada ibu depresi berusaha berkali-kali atau berkeinginan untuk menyakiti bayinya.

INDIVIDU YANG BERISIKO
Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah;
- Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)

-  Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum.

-  Individu yang memilki intensitas stres yang tinggi

-  Riwayat gangguan kecemasan

 - Depresi

-  Individu yang mengalami gangguan seksual

GEJALA
Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran, keraguan, kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja.

Sebagian besar ritual bisa dilihat langsung, seperti mencuci tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci. Ritual lainnya merupakan kegiatan batin, misalnya menghitung atau membuat pernyataan berulang untuk menghilangkan bahaya.


Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa khawatir tentang pencemaran, rasa tidak nyamannya akan berkurang jika dia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Karena itu setiap obsesi tentang pencemaran timbul, maka dia akan berulang-ulang memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.

Sebagian besar penderita menyadari bahwa obsesinya tidak mencerminkan resiko yang nyata. Mereka menyadari bahwa perliku fisik dan mentalnya terlalu berlebihan bahkan cenderung aneh.

Penyakit obsesif-kompulsif berbeda dengan penyakit psikosa, karena pada psikosa penderitanya kehilangan kontak dengan kenyataan. Penderita merasa takut dipermalukan sehingga mereka melakukan ritualnya secara sembunyi-sembunyi. Sekitar sepertiga penderita mengalami depresi ketika penyakitnya terdiagnosis.

Gejala ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utam obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria:
 - Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.

-  Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil.

-  Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.

 - Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.

CIRI-CIRI OBSESIF KOMPULSIF
Simptom dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif) pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
 - Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.

 - Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil.

 - Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.

-  Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.

 -  Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain.

 - Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu.

BERBAGAI PERILAKU GANGGUAN YAN SERING TERJADI :
-  Membersihkan atau mencuci tangan

 - Memeriksa atau mengecek

-  Menyusun

 - Mengkoleksi atau menimbun barang

-  Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif)

 - Takut terkontaminasi penyakit/kuman

 - Takut membahayakan orang lain

 - Takut salah

 - Takut dianggap tidak sopan

-  Perlu ketepatan atau simetri

 - Bingung atau keraguan yang berlebihan.

 - Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan bilangan)

Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif kadang memilki pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar penderita menunjukkan perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari pikiran-pikiran negatif sebelumnya yang muncul secara berulang, seperti ketakutan terinfeksi kuman, penderita gangguan obsesif-kompulsif sering mencuci tangan (washer) dan perilaku umum lainnya seperti diatas.

individu yang terjerat dengan dua macam pola dalam kejiwaannya yaitu obsessive dan compulsive. Obsessive artinya "a persistent preoccupation with something/secara terus menerus pikirannya memikirkan sesuatu dan atau perasaannya merasakan sesuatu yang ia tidak mampu buang." Oleh sebab itu, biasanya individu tersebut juga terjerat dengan dorongan yang tak terhindarkan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Yang kedua ini disebut sebagai compulsive. Jadi kalau seorang individu menderita Obsessive Compulsive Disorder artinya, individu tersebut merasakan adanya dorongan yang begitu kuat untuk memikirkan sesuatu yang ia sendiri tak mau pikirkan dan kemudian melakukan tingkah laku tertentu yang ia sendiri tidak kehendaki. Tapi toh ia tidak mempunyai kekuatan untuk menolaknya.

Sebenarnya setiap orang "pada bagian-bagian tertentu" menyimpang gejala OCD. Ada yang tak dapat menghindarkan diri dari pikiran- pikiran porno sehingga setiap hari melakukan masturbasi; ada yang setiap hari harus bangun jam 5.00 pagi dan merasakan dorongan untuk harus membaca 1 pasal Alkitab sebelum melakukan hal-hal yang lain; ada pula yang setiap kali mandi selalu harus menyabun bagian tertentu dari tubuhnya sampai tiga kali supaya merasa betul-betul bersih; dan ada yang setiap kali doa mesti mendoakan pokok-pokok tertentu (misalnya, kesehatan dan sukses bagi anak-anaknya), atau kalau ia melanggar rutinitas tersebut, ia merasa sangat bersalah. Di samping itu ada pula individu-individu yang terganggu dengan munculnya pikiran-pikiran jahat. Setiap kali melihat ibunya menuruni tangga, misalnya, selalu muncul pikiran ingin mendorong ibunya supaya jatuh dan patah lehernya. Memang untuk pikiran-pikiran jahat tersebut, hati nuraninya selalu menuduh, tetapi pikiran-pikiran tersebut setiap kali muncul lagi.

Kasus-kasus OCD seringkali menggejala dalam bentuk-bentuk tertentu. Misalnya, fokus kali ini, yaitu individu yang terus menerus terjerat dengan fantasi yang tersembunyi dengan pria-pria lain (teman lama, sekretaris, pembantu rumah tangga, dsb). Dalam kasus seperti ini, setiap kali di rumah, individu tersebut cenderung menunjukkan gejala kecemasan (anxiety), kegelisahan (restless), mudah tersinggung (irritable), cari-cari kesalahan (Critical spirit), pikirannya sulit diduga dan emosinya meledak-ledak (unpredictable dan explosive). 

Dengan gejala-gejala 'lain" ini seringkali orang akan berpikir kalau masalahnya bukan OCD tetapi masalah watak, kepribadian, ketidakmatangan emosi, dan atau mungkin masalah komunikasi dengan Suaminya. Padalah kalau ditelusuri benar-benar, kemungkinan besar masalahnya adalah masalah Mild OCD. Meskipun ia bukan penderita gangguan OCD yang serius, ia terjebak dengan pikiran fantasi tersembunyi yang ia nikmati.

Mungkin sebagai orang Beragama, pada saat-saat tertentu, ia merasa berdosa dan ingin dibebaskan dari pikiran tersebut. Setiap kali fantasi muncul lagi ia seolah-olah tidak berdaya mematikannya, bahkan ia cenderung untuk terus mengembangkan dalam fantasi yang sebenarnya ia nikmati. Sebagai contoh perhatikan kasus di bawah ini.

A adalah seorang suami dan ayah dari tiga orang anak yang manis-manis. B (istri A) mengeluh merasa tertekan hidup sebagai istri A, yang dirasakan sebagai laki-laki pemberang, sinis, egois, diktator dan tak mempunyai perasaan. Rasanya, apa saja yang dilakukan B selalu salah. Mula-mula B mengalah terus, tetapi lama kelamaan tidak tahan juga. Memang B mengakui bahwa ia juga ada kelemahannya. Misalnya dalam mengatur rumah tangga dan masak. Ia bukanlah seorang wanita yang terlatih dan berbakat dalam kedua hal tersebut, tetapi paling tidak ia sudah berusaha. Ia merasa bahwa ia juga berhak menuntut pengertian dari suaminya. Realitanya A sebagai suami tak pernah menunjukkan itikad baiknya. Bahkan cenderung memakai setiap "kekurangan B' sebagai alasan untuk dapat melampiaskan kemarahan dan penghinaannya. Akhirnya B berani melawan dan ...mulailah mereka sering bertengkar. Dari pertengkaran mulut yang biasa, mereka akhirnya terjebak ke dalam sistim "setiap kali berkomunikasi selalu saling melukai." Bahkan seringkali dalam pertengkaran mulut mereka saling melukai dengan kata-kata yang sifatnya fatal, seperti misalnya "lebih baik cerai ... karena antara kita sudah tidak ada cinta lagi." Pada suatu hari A menemukan bahwa B ada hubungan dengan pria lain. Dalam kondisi yang sudah parah itu B mengupayakan perceraian dengan A sebagai Pria beragama, A menolak usul tersebut dengan alasan demi kepentingan anak-anak. 

Setiap kali sendirian dirumah, B selalu dalam obsesi memikirkan berbagai macam kemungkinan, cara, bahkan adegan fantasi bermain cinta dan mendapat kepuasan seksuil dengan pria lain. Bagaimana membujuk, meraba, mendapat response, mengajak pria tersebut masuk dalam rumahnya yang kosong, lalu melakukan tingkah laku saling merangsang dan memuaskan gairah seksuil mereka. Fantasi ini terus menerus muncul dan dihidupkan oleh B karena dinikmati, sehingga dapat dikatakan ia adalah penderita Mild OCD. Dalam hal fantasi ini saja, pikiran dan perasaan B obsessive dan hanya dalam fantasi seksuil saja tindakan B compulsive.

Dari kasus ini nyatalah bahwa masalah OCD bisa menggejala dalam bentuk-bentuk yang lain. Kalau hubungan dan komunikasi antara A dan B memburuk bahkan kemudian mereka bercerai, maka penyebab utamanya adalah OCD yang menyebabkan B begitu lemah dalam adaptasi dengan Suaminya  sendiri. Bahkan perasaan dan pikiran fantasinya telah menyebabkan dirinya menjadi alergi, bosan, muak, dan kehilangan gairah sama sekali dengan Suaminya.

Coba bayangkan kasus seperti ini diperhadapmukakan kepada anda oleh karena anda teman dari A. Bagaimana kita dapat menolong A dan menyelamatkan pernikahannya?
Beri pengertian bahwa "sebelum kenal kemudian menikah dengan A" B sudah mempunyai masalah yang sama.

Mungkin benar kelemahan-kelemahan A adalah faktor pencetus (precipitating factors) dari hidupnya watak-watak buruk B yang sinis, egois, dan pemberang. Tetapi faktor pencetus bukanlah faktor penyebab (predisposing factors). Sebelum ada faktor pencetus, B sudah mempunyai masalah pada dirinya sendiri. Sehingga A perlu belajar memahami dan menafsirkan setiap tingkah laku B terhadap dirinya dari kacamata dan perspektif yang benar. A tidak perlu mengembangkan perasaan bersalah yang tidak semestinya, kecuali memang B melakukan kesalahan-kesalahan sengaja dan disadari di luar kekurangan-kekurangan pribadinya yang dibawanya dari kecil. Kalau memang demikian, A harus memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut, meminta maaf kepada B, dan mulailah kehidupan yang baru yang diturunkan oleh hati nurani yang bersih dan tulus. Tetapi kalau tidak demikian, mengapa A harus mempersalahkan dirinya sendiri (self-blaming)?

Masalah B adalah masalah B. A hanyalah objek proyeksi perasaan bersalah dari B. Oleh sebab itu A tak perlu menafsirkan kata-kata dan sikap buruk B terhadap dirinya sebagai sikap dan kata-kata yang memang secara khusus ditujukan pada dirinya (don't take it personally and seriously). Oleh sebab itu tolonglah B untuk memahami realita ini, sehingga sikap dan tingkah-lakunya tak terjebak pada perasaan dan pikirannya sendiri.

Belajar memisahkan antara persoalan dengan hati nurani.
Sebagian besar manusia (mungkin kecuali yang mempunyai kepribadian anti-sosial) mempunyai hati nurani yang hidup yang tuntutannya dapat dipercaya karena memiliki kebenaran "yang universal." Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sebagian besar kesalahan yang manusia perbuat, mereka perbuat bukan oleh karena mereka jahat tetapi oleh karena mereka terjerat dengan berbagai struktur jiwa yang kurang sehat. Sehingga sebelum hati nurani sempat berperan, perasaan, pikiran, dan sikap sudah memanifestasikan diri sesuai dengan tuntutan instingnya. Inilah yang mungkin terjadi dalam kehidupan B. Sebelum hati nurani berperan, perasaan dan pikirannya sudah terjebak dengan fantasi seksuilnya. Sebagai penderitaan Mild OCD, kemungkinan besar hari nurani B masih sangat hidup. Yang terjadi hanyalah, tendensi Obsessive Compulsive-nya yang muncul lebih cepat dengan kekuatan yang jauh lebih besar, sehingga B terus mengulang kesalahan yang sama. Suara hati nurani ditekan masuk dalam alam subconscious. Hati nurani tersebut masih hidup karena eksistensinya disadari pada saat B merasa bersalah.

Inilah yang harus diketahui dan benar-benar dipahami oleh A. Sehingga langkah-langkah penyelesaian tidak diracuni oleh perasaan dan pikirannya sendiri yang kemungkinan besar menurut keadilan sesuai dengan standar keadilan yang berlaku umum seolah-olah B melakukan kesalahannya dengan sengaja dan dalam kontrol diri sepenuhnya. A perlu betul-betul waspada karena kemungkinan besar ia akan mengutamakan tuntutan haknya sendiri dan bukan penyelesaian persoalan dengan natur persoalan tersebut. Ia harus ditolong untuk berani berperan sebagai penolong bagi suaminya, yaitu dengan menghidupkan dan memberi peluang bagi hati nurani A untuk berperan. Caranya, berbuat baik selalu padanya. Jangan balas "kejahatannya" dengan kejahatan. Cobalah untuk sabar dan layani dia dengan lemah lembut sambil doakan dia terus-menerus. Waspadalah dan jangan layani "suara iblis" yang berbisik mengatakan, "mengapa kamu yang harus mengalah ... apa gunanya perbuatan baik dan pelayananmu untuk manusia yang tak berperasaan itu... sampai kapan kamu akan menyia- nyiakan hidupmu...?"

Mintalah pimpinan, bijaksana, dan waktu yang tepat dari Tuhan untuk dapat membawa A ke seorang konselor yang tepat karena untuk penyelesaian akar masalah OCD-nya, ia membutuhkan bantuan seorang therapist.


Masalah OCD adalah masalah yang cukup kompleks. Banyak keluarga dan individu yang menderita karena kehadiran masalah ini dalam kehidupan orang yang mereka kasihi. Meskipun demikian sebagai orang-orang Beragama kita percaya bahwa apapun dan bagaimana keadaan dan kondisi jiwanya, ia adalah orang yang seharusnya kita kasihi. Ikatan pernikahan dan keluarga adalah ikatan yang "diikatkan atau dipersatukan" oleh Allah. Dan sesuatu yang "Tuhan telah ijinkan menjadi bagian hidup kita" pasti mempunyai makna dan kebaikan bagi orang-orang percaya. Allah telah berfirman, "Sebab aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Ciri-ciri umum :
1. Orang OCD menderita karena ada suatu gangguan dari suatu obsesi atau kompulsi yang menetap. Obsesi atau kompulsi adalah suatu hal (ide maupun aktivitas) yang mengganggu, menyita waktu dan terjadi berulang-ulang dalam kegiatan sehari-hari.

2. Obsesi mengacu pada pikiran, perasaan, ide, imaji atau impuls yang menyerang kesadarn seseorang. Obsesi adalah suatu bentuk gangguan yang bersifat absurd dan irasional dan berbeda dengan rasa kuatir pada umumnya akibat adanya masalah yang nyata.

3. Meskipun demikian biasanya orang merasakan obsesi sebagai sesuatu yang tidak masuk diakal, namun meereka mengalami suatu rasa cemas yang dahsyat. Untuk mengatasi kecemasannya tersebut mereka melakukan aktivitas yang bersifat ritualistik atau tindakan mental yang berulang. Kegiatan ini dikenal sebagai kompulsi.

4. Sebagian besar orang dengan OCD mencoba bertahan dengan sikap kompulsinya meskipun kelihat bodoh dan menggelikan atau tidak berhubungan dengan suatu upaya untuk mencegahnya. Sekalipun demikian orang yang menderita OCD melalui kegiatan kompulsinya merasa mamupu mengatasi kecemasan atau minimal menguranginya.


Gejala OCD yang dapat diamati :
1. Obsesi meliputi pikiran tentang adanya kontaminasi/keracunan, merasa digagahi, kecelakaan atau kehilangan sehingga mereka butuh upaya untuk mengatasinya.

2. Kompulsi biasanya terdiri dari 3 kegiatan yaitu mencuci, menghitung dan memeriksa. Mencuci dilakukan secara berulang-ulang karena merasa terkontaminasi oleh kuman atau racun tertentu. Menghitung berulang-ulang dilakukan terhadap suatu objek, frekuensi atau menghitung jumlah suatu kegiatan. Memeriksa berulang-ulang seperti memeriksa pintu apakah sudah terkunci, jendela, ban mobil, untuk mengetahui apakah sesuatu sudah aman. Hal ini dilakukan karena merasa mengalami kecemasan akibat kelupaan untuk melakukan sesuatu yang dapat berdampak merugikan atau berbahaya bagi dirinya.

3. Kompulsi lainnya dapat terlihat dalam bentuk berdoa yang berlebihan, meraba, memakai suatu atribut pakaian tertentu, melakukan hal-hal lain yang tidak biasanya seperti mengumpulkan suatu benda tertentu dan berbagai variasi dari kegiatan ritual yang tidak biasanya. Kegiatan ini kadang-kadang bercampur dengan perilaku yang dianggap sebagai “tahyul.”

4. Sebagian penderita depresi mengalami OCD pula.

5. Memiliki kepedulian tinggi terhadap diri, sebagian besar penderita OCD tidak menampilkan perilaku kompulsi sebelum adanya serangan penyakit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar