Telah lama orang menghubungkan peristiwa-peristiwa mental dengan gangguan tubuh, tetapi hanya sedikit data yang menyokong abservasi itu. Banyaknya penelitian berencana dalam bidang psikofiologi merupakan evolusi kedokteran psikosomatik modern. Teori Freud dalam histeria
konversi mengatakan, segala somatik adalah simbol dari ekspresi konflik
di dalam diri seseorang. Tetapi Franz Alexander menyatakan, gejala
psikosomatik terjadi pada organ yang disarafi oleh sistem saraff otonom
dan tidak mempunyai arti psikis yang spesifik. Namun keadaan fisiologi
ini disertai konflik yang ditekan di alam bawah sadar adanya faktor predisposisi (kecenderungan) dari konstitusi fisik yang diturunkan secara genetik.
Weiss dan English mnyimpulkan,
organ yang terkena didasarkan atas arti simbolik organ itu untuk si
individu. Diare dan muntah yang dialami penderita, misalnya, bisa
diartikan sebagai ‘membersihkan diri dari perasaan berdosa atau pikiran
yang meghasilkan itu’, sedangkan asma sebagai ‘simbolic crying’.
Golberg dkk. Menemukan,
penderita dengan infeksi lambung (gastritis) yang tidak diketahui faktor
pecetusnya lebih banyak berhubangan dengan gangguan emosional.
Sementara itu, Magni dkk. Yakin, penderita tukak usus dua belas jari
(tukus doudenum) dan infeksi pada lambung dan usus dua belas jari tan
ulkus (gastrodoudenitis) mempunyai skor skala cemas lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penderita gastrodoudenitis akut
lebi banyak megalami gangguan depresi dan gangguan somatik daripada
penderita tukak lamubung (ulkus peptikum). Sebanyak 86% penderita
dispepsia mengalami gangguan psikiatri berupa gangguan cemas terutama
gangguan cemas menyeluruh dan hanya 25% mengalami gangguan organik.
Creed dkk. Mengamati,
peristiwa hidup yang berat terutama terputusnya hubungan yang akrab,
lebih sering menimbulkan nyeri perut fungsional daripada nyeri perut
organik dan perbedaan ini bermakna secara statistik. Beratnya peristiwa
hidup sebelum terjadi nyeri perut fungsional mendorong penderita memakai
obat melewati dosis dengan sengaja.
Dunbar menghubungkan
gangguan psikosomatik dengan profil kepribadian yang spesifik dari
individu. Banyak penulis melaporkan adanya malfungsi kepribadian dari
gangguan psikosomatik, seperti gangguan kompulsif (tindakan yang
dilakukan berulang-ulang dengan suatu tujuan) atau paranoid ( gangguan
jiwa dengantanda adanya waham curiga atau cemburu).
Dispepsia kemungkinan juga
disebabkan oleh faktor genetik atau ras. Prevalensi tukak usu besar pada
orang ashkenazim di tel aviv dilaporkan lebih rendah dari orang yahudi
Amerika. Sedangkan pada orang bantu (sebuah suku bangsa negro di
afrika) tukak usus duabelas Jari yang didapatkan banyak di pedesaan akan
bertambah tinggi setelah mereka berpidah ke kota. Di afrika timur tukak
usus duabelas jari lebih banyak didapatkan pada orang Nilotik daripada
orang Bantu yang letaknya berdekatan dan mengonsumsi diet yang sama. Di
indonesia dan Malaysia infeksi usus buntu didapatkan lebih banyak ada
orang Cina daripada Melayu.
Diet juga berperan dalam terjadinya dispepsia.
Orang yang mengkonsumsi makanan rendah serat lebih banyak mengalami
pelipatan usus besar (divertikulosis kolo) daripada mereka yang banyak
mengkonsumsi makanan berserat. Tukak lambung didapatkan lebih banyak
pada orang Samoa daripada orang Maori di New Zealand walaupun mereka
berasal dari ras yang sama. Namun suku Maori lebih banyak makan sereal
sedangkan orang Samoa lebih banyak minum minuman yang mengandung
halusinogenik (zat yang menimbulkan halusinasi, pengindaraan tanpa ada
rangsangan) dan sedatif yang menyebabkan mengantuk) yang mungkin
mengiritasi lambung.
Gejala somatik yang mucul hanya diartikan sebagai simbol dari
konflik di dalam diri penderita dan hubungan interpersonalnya dengan
orang lain. Cara berpikir mengekspresikan emosi dan berbuat adalah
gambaran dari budaya yang dimilikinya. Sehingga dalam menilai
gejala-gejala psikosomatik tidak cukup berdasarkan kondisi fisik, mental
dan sosial tetapi juga harus dipertimbangkan berdasarkan nilai-nilai
budaya sipenderita.
Sedangkan agar dapat menyembuhkan penderita dari kedua sisi yakni
disease dan illness, maka sebaliknya penderita ditangani dari sisi kedua
unsur yakni dari sisi bidang kedokteran dan dari sudut kepercayaannya.
Untuk itu perlu motivasi yang sengaja kita munculkan saat mengalami
stres. Kalau tidak ingin mengalami gangguan jiwa maka sebaiknya mereka
yang bekerja di tempat yang rentan stress menjaga
diri agar tetap bisa tidur nyenyak. Tidur nyenyak merupakan cara
penyembuhan yang dilakukan oleh diri sendiri. Semua stres akibat masalah
yang dihadapi yang membuat sukar tidur dan mimpi buruk, sebaiknya cepat
diekspresikan melalui kegiatan menulis, menggambar, berolahraga,
mengobrol, tertawa lepas, dan hadapilah stres dengan menari diatas stres
itu sendiri. Yakin pegang terus Tangan Tuhan dan Bermeditasilah seperti
apa yang diajarkan pada alumni Training MSB yang juga merupakan BIO PSIKO SPIRIT.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar